WEBINAR: Memperingati Cak Nur bersama Dr Budhy Munawar Rachman, Dr. Gerardette Philips & Ahmad Gaus A.F.
August 11, 2020

Tarikh: Ahad, 16hb Ogos 2020
Waktu: 2PM MYT | 1PM JKT


Anjuran
: Islamic Renaissance Front

Daftar di: https://www.eventbrite.com/e/webinar-memperingati-cak-nur-tickets-116558649057

*Pautan Zoom untuk Webinar ini akan dikirimkan ke email anda pada hari Ahad, 16th Ogos 2020 pada jam 10 pagi.

 

Bulan Ogos ini, genap 15 tahun pemergian sang reformis, Nurcholish Madjid atau lebih dikenali sebagai Cak Nur, salah seorang daripada tiga orang yang digelar Panglima dari Chicago itu, yang merupakan ank murid Fazlur Rahman. Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada hari Isnin, 29hb Ogos 2005 di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ketika itu, jenazahnya disemayamkan di Universitas Paramadina, sedangkan pemakamannya dilaksanakan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Saat kematiannya, beliau masih memegang jawatan sebagai Rektor Universitas Paramadina dan beliau tidak asing dikalangan para intelektual Islam sebagai reformis yang terkehadapan dalam mengemukakan fikirannnya dalam gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.

Cak Nur lahir dari lingkungan santri dan mendapat pendidiakan asas di Sekolah Rakyat dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar, Pesantren Darul Ulum di Rejoso, Jombang, dan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah Pesantren Darussalam di Gontor, Pomorogo. Seterusnya, Cak Nur meneruskan pelajarannya di Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta dengan meraih gelar Sarjana Sastra Arab lalu kemudian mendapat didikan terus daripada Fazlur Rahman di Universitas Chicago dan mendapat gelar Doktor Falsafah pada pada tahun 1984. Perpaduan antara pendidikan moden dan pesantren ini sangat mempengaruhi pola pemikiran beliau sehingga beliau mendapat gelar “Muhammad Natsir Muda”. Pemikirannya tentang gagasan modernisme dan sekularisme dinilai amat menggemparkan apalagi apabila beliau menyarankan slogan “Islam YES! Partai Islam NO!”. Cak Nur menanggap partai-partai Islam disakralkan lalu mejadi Tuhan baru bagi Kaum Muslimin. Demikian juga dalam perdebatannya dengan Amien Rais dan Muhammad Roem, Cak Nur mengujarkan bahawa “tidak ada konsep negara Islam” kerana pendidikan Islam tidak mengajar secara mutlak pembentukan negara Islam.

Menjelang tahun 1998, Cak Nur termasuk tokoh reformasi yang meminta penguasa pada ketika itu, Soeharto, agar berundur. Namun Soeharto tetap menjemput Cak Nur ke Istana kerana kritikannya dianggap masih santun. Namun permintaan Soeharto agar Cak Nur memimpin gerakan reformasi di tolak beliau. Setelah Orde Baru tumbang, dan Indonesia dipimpin oleh Abdurrahman Wahid atau lebih dikenali sebagai Gus Dur, Cak Nur tetap mengkritik pedas kerana menilai pemerintahan Gus Dur itu tidak berfungsi secara optimal.

Pada bulan Ogos 2004, kesihatan Cak Nur mula merosot dan seringkali mundar mandir mendapat rawatan di hospital. Dalam keadaan yang sedemikian, Cak Nur tetap tidak hilang komitmennya terhadap Bangsa Indonesia. Pertengan bulan Ogos 2005, Cak Nur mempelopori pertemuan dengan para mantan Presiden dan wakil Presiden dalam acara bertajuk “Peringatan 60 Tahun Indonesia Merdeka – Menyelamatkan Konitmen Nasional”. Namun beliau tidak dapat hadir pada pertemuan tersebut kerana mesti dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah. Namun baginya, peristiwa itu adalah merupakan momen yang sangat penting untuk meninjau semula erti kemerdekaan. Kerana itulah, beliau sempat menulis pesan khusus kemerdekaan pada 17 Ogos 2005 it dengan katanya:

“Kini saatnya bagi Bangsa Indonesia untuk merdeka dari penyelewengan, kesengsaraan, keserakahan, rasa dendam, kesewenangan, keterbelakangan, dan ketakutan demi masa depan yang lebih bermartabat..”

 

Tentang Pembicara: 

Budhy Munawar Rachman merupakan  pemikir Islam progresif yang melihat Islam dari kacamata yang lebih terbuka, toleran, dan demokratis. Dasarnya pemikiran beliau sangat dipengaruhi oleh gurunya di Universitas Paramadina, iaitu Nurcholish Madjid, sebagai penyeru toleransi, pluralisme dan kebebasan beragama. Pemikiran Budhy tentang hal itu bisa dijumpai melalui buku-bukunya, dua di antaranya ialah Islam Pluralis dan Reorientasi Pembaruan Islam, Tentang Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme, yang terbit pada tahun 2010, dan dengan jelas menggambarkan keberpihakan dirinya terhadap kemanusiaan dan gagasan kemajuan. Beliau merupakan pendiri bagi  Nurcholish Madjid Society (NCMS).

Ahmad Gaus AF adalah Magister Studi Islam Universitas Paramadina, Jakarta. Beliau berkhidmat sebagai peneliti pada Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta. Beliau juga menulis sejumlah buku dalam tema toleransi dan kebebasan beragama. Salah satu karyanya yang dibaca luas berjudul “Api Islam Nurcholish Madjid”.

Gerardette Philips, RSCJ adalah seorang rohaniawati Katolik (Sister). Dosen Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan, dan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung. Menyelesaikan Pendidikan di Jamia Millia Islamia, New Delhi, Islamic College for Advance Studies, Jakarta, dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Pernah menjadi penasehat Paus Benediktus XVI, Pontifical Council of Interreligious Dialogue, Commission for Religious Relations with Muslim (2005-2014). Menulis buku, Integritas Terbuka, Perubahan Positif Antariman dalam Dunia Majemuk (2020).


Program

200-215PM:    Pengenalan oleh Moderator, Ahmad Muziru Idham
215-245PM:    Kuliah oleh Dr Budhy Munawar Rachman
245-315PM:    Kuliah oleh Ahmad Gaus A.F.
315-345PM:    Kuliah oleh Dr Gerardette Philips
345-445PM:    Diskusi dan Soal Jawab
445-500PM:    Penutup oleh Moderator, Ahmad Muziru Idham

Contact Us
Islamic Renaissance Front
26th Floor Menara Maxis, Kuala Lumpur City Centre, 50088 Kuala Lumpur, Malaysia
Phone: +603-2615-7919
Fax: +603-2615-2699
Updated version: 2.39-20231022