Pendidikan Kritis: Islah Masyarakat dan Tindakan Politik - II

September 28, 2013

  3167_Main  Oleh: Mohd Syazreen Abdullah

Sosial merentasi Objektivisme dan Subjektivisme

“We shall escape from ritual either/or choice between objectivism and subjectivism” 1
“Kita akan melepaskan diri daripada ritual samada/ atau antara objektivisme dan subjektivisme” [Pierre Bourdieu]

Pierre Bourdieu adalah seorang filsuf Perancis yang terkenal tentang konsep habitus dan ide-ide-nya tentang proses pembentukkan struktur masyarakat dan pembongkaran dominasi sosial antara yang menarik perhatian untuk dibincangkan tentang bagaimana sebuah proses dialektika itu mampu membentuk sebuah kesedaran tindakan sosial masharakat itu bertindak.

Bourdie adalah antara yang telah memberi jalan keluar tentang pergelutan posisi objektivisme mahupun subjektivisme dalam memberi gambaran bagaimana tindakan praktis sosio-budaya itu menjadi sebuah tindakan praktis.

Dalam The Logic of Practice, Bourdieu telah menyebut tentang teori pengetahuan dalam ilmu sosial telah dikotomikan menjadi antara objektivisme dan subjektivisme 2. Menurut beliau, pemisahan antara dua elemen itu bukanlah sesuatu yang mampu menyelesaikan kerana baginya ianya masih mempunyai kelemahan diantara pendekatan masing-masing.

3167_Logic-of-PracticeKonsep objektivisme telah dibangunkan seperti filsuf yang membentuk pendekatan strukturalisme, teori dan fungsionalisme seperti Hegel, Weber, Marx, Levi-Strauss di mana mereka menjenamakan pendekatan yang bersifat Marxisme, Empirisme, Materialime dan Positivisme. Namun dalam hal ini, kelemahan itu telah dibongkarkan oleh Bourdieu didalam tulisannya The Logic of Practice tentang pendekatan ini tidak memahami secara dalam makna pergolakan yang berlaku didalam realiti sosial, dan tidak pula menjadikan makna hubungan atau memutuskan hubungan pengetahuan teori dengan praktis,

Hal ini telah menjadikan adanya pemisahan antara pengamat dan yang diamati. Begitu juga beliau melihat kelemahan pendekatan subjektivisme dimana filsuf seperti Kant dan Satre melalui pendekatan eksistensialisme mahupun etnometodologi. Ketika mendekati realiti sosial ianya dilihat gagal dalam menghuraikan pembentukkan perinsip kerja realiti sosial.

3167_bourdieu2Maka disitu Bourdieu melihat bahawa dua pendekatan ini tidak mampu untuk memahami realiti sosial. Hal ini disebut sebagai gagal memahami “objectitivity of subjective” 3 . Dalam mencari jalan keluar ini, beliau telah memberi jalan keluar tesis dan antithesis ini untuk membentuk pendekatan yang menawarkan perhatian kepada struktur dan hubungan bersama keberadaan pengalaman subjektif agen. Pendekatan ini mengaitkan antara agen dan struktur. Dalam melihat realiti sosial menurut beliau:

“Dialectic of the internalization of externality and the externalization of internality”4

“Dialektika internalisasi sesuatu yang eksternal dan eksternalisasi sesuatu yang internal”

Dalam proses hubungan dialektik ketika itu struktur objektif dan pengertian subjektif, struktur dan agen bertemu maka pertemuan itu menjadi sebuah praktik. Tindakan sosial sebagai hasil dinamakan dialektik maka boleh disimpulkan

(habitus x capital) + Arena = Practice

Dengan kata lain, habitus adalah tindakan atau perilaku manusia sehingga ia menjadi kuat dan tertanam didalam diri manusia sehingga menjadi hexis. Manakala kapital adalah modal yang diberi dan ia boleh mencapai perubahan budaya dan arena membentuk sebagai ruang yang ada didalam masyarakat. Maka kesemua elemen ini akan membentuk sebuah tindakan sosial.

Maka didalam perkaitan ini, sebuah proses pembudayaan sehingga ia membentuk sebuah dominasi, pendidikan bukanlah sebagai projek diskriminasi bagi mereka yang tidak punyai habitus kritis, tetapi sebuah kaedah membentuk sebuah masyarakat islah.

Ia bermula dengan hubungan habitus iaitu perilaku manusia itu yang dicorak habitus seperti wacana, dialog, pembacaan yang akan ditemukan dengan kapital pendidikan, intelektual dan budaya dan dibantu ruang arena yang ada di dalam masyarakat seperti arena politik, pendidikan, seni budaya yang akan menjadikan sebuah resolusi praktik yang membentuk bagaimana masyarakat atau sosiologi itu terbentuk.

Dalam proses pendidikan kritis, jika ingin mencapai Masharakat yang kritis ianya perlu memliki habitus pendidikan metodologi kritis dan kapital kritis yang tepat untuk menghasilkan sebuah praktik yang tepat dalam pendidikan dan masharakat.

3167_PedagogyDialog dan Pembebasan budaya
Dalam buku “Pedagogy of the Oppressed”, Paulo Freire dalam permulaan bab ketiga menyebut.

“As we attempt to analyze dialogue as a human phenomenon, we discover something which is the essence of dialogue itself: the word. But the word is more than just an instrument which makes dialogue possible; accordingly, we must seek its constitutive elements. Within the word we find two dimensions, reflection and action, in such radical interaction that if one is sacrificed—even in part—the other immediately suffers. There is no true word that is not at the same time a praxis. Thus, to speak a true word is to transform the world.”5

“Semasa kita mencuba untuk menganalisa dialog sebagai fenomena manusiawi, kita akan bertemu sesuatu yang menjadi intipati dialog itu sendiri: perkataan. Tapi perkataan itu adalah lebih daripada suatu instrumen yang membuatkan dialog sesuatu yang mungkin; maka seharusnya, kita mesti mencari elemen konstitutifnya. Melalui perkataan itu kita akan menemui dua dimensi; refleksi dan aksi. Yang mana dalam interaksi yang radikal sehinggakan jika satu daripadanya dikorbankan – walaupun hanya sebahagian – maka yang satu lagi akan menderita. Tiada perkataan yang haq yang pada masa yang sama bukan suatu praksis. Maka, untuk bersuara akan suatu perkataan kebenaran adalah untuk merubah dunia ini”

Masyarakat kritis yang mempunyai kesedaran islah itu tidak berlaku perpisahan dalam ruang hidupnya tentang seruan dialog yang jujur bermatlamatkan kebaikan dan bukanlah bermatlamat dominasi atau tindakan menindas suasana dialog.

3167_paulo-freirePerkataan yang benar ataupun sebuah dialog yang jujur adalah sebuah refleksi tindakan untuk menghasilkan realiti yang lebih baik dan tiada sebarang perpisahan kandungan dialog ke atasnya. Dialog mestilah dihasilkan atau diciptakan sebagai habitus dan diperlukan modal budaya dan ruang masyarakat yang membantu proses itu supaya tindakan itu menjadi tepat dan berhasil. Dan segala ketidakjujuran proses dialog akan mengakibatkan dominasi dan masyarakat akan dilitupi ideologi yang menguasai suasana.

Kritik ideologi sudah diterangkan pada bab kecil di atas bagaimana masyarakat punyai peranan yang sangat penting dalam membentuk ranah politik ataupun ruang awam. Hubungan teori dan praktik hanya bersifat teknikal. Jika hukum umum yang sesuai telah diketahui dan kondisi asal yang relevan boleh dimanipulasi, kita boleh menghasilkan suatu suasana yang diingini, yang bersifat natural ataupun sosial.6

-----

[1] Pierre Bourdieu, Outline  of theory of Practice, translated Richard Nice, hlm 4.

[2] Pierre Bourdieu,The Logic of Practice,hlm 1

[3] Ibid, hlm 135

[4] Ibid,hlm 72

[5] Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed., 30th Anniversary Edition, Translated by Myra Bergman Ramos, hlm 86

[6] Jurgen Habermas, The Critical Theory, Thomas McCarthy, hlm139




View original article at: https://irfront.net/post/articles/pendidikan-kritis-islah-masyarakat-dan-tindakan-politik-ii/